Minggu, 02 Nov 2025
Home
Search
Menu
Share
More
1 Nov 2025 18:44 - 3 menit reading

Sengketa Harta Waris  Anak Yatim Menjadi Korban Dan Orang Tua Menderita Di Alam Barzah

Views: 66

Foto : Ustat Ustat. Abdul Wadud, M.Ag, tengah Tausiyah Sabtu, 01/11/2025.

Jepara, Liputandesa.id — Fenomena sengketa harta waris masih menjadi persoalan serius di masyarakat. Ketika pembagian harta waris tidak sesuai syariat Islam, dampaknya tidak hanya menimbulkan konflik antar keluarga, tetapi juga merugikan anak yatim dan menimbulkan beban bagi orang tua yang telah meninggal.

Menurut Ust. Abdul Wadud, M.Ag, penguasaan harta waris secara sepihak oleh pihak keluarga yang dominan sering memicu perselisihan, ketidakadilan, dan perpecahan keluarga yang berkepanjangan. “Anak yatim menjadi korban, dan orang tua menderita di alam barzah karena hak anak-anaknya dirampas,” jelasnya dalam salah satu taushiyahnya pada 1 November 2025.

Ustadz Abdul Wadud menekankan pentingnya mengikuti syariat Islam dalam pembagian harta waris untuk menjaga keadilan dan keharmonisan keluarga. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pembagian harta waris “sama rata”, dengan syarat semua ahli waris memahami hak masing-masing secara jelas dan mencapai kesepakatan bersama (antarodhin). Prinsip ini sekaligus mempertimbangkan kemaslahatan seluruh anggota keluarga.

Foto : Pengurus Yayasan WASKITA kegiatan tausiyah bersama Ustat Ustat. Abdul Wadud, M.Ag, Sabtu, 01/11/2025.

Dosen dan pakar fikih ini juga menegaskan bahwa pembagian harta waris yang adil bukan sekadar kewajiban, tetapi juga bentuk perlindungan terhadap keluarga dan pencegahan konflik yang dapat merusak silaturahmi.

Landasan Hukum Pembagian Harta Waris di Indonesia yakni. Di Indonesia, sengketa waris diatur melalui hukum positif dan hukum Islam untuk umat Muslim. Hukum Perdata (KUH Perdata / Burgerlijk Wetboek – BW).

Berlaku untuk warga non-Muslim atau mereka yang memilih hukum perdata. Pasal 830–883 BW mengatur ahli waris, urutan waris, hak, dan kewajiban. Harta warisan dibagi menurut garis keturunan dan ketentuan wasiat, selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

Hukum Waris Islam (Khusus Muslim). UU No. 3 Tahun 2006 (perubahan UU No. 7 Tahun 1989) memperkuat pelaksanaan hukum Islam dalam masalah waris.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku di lingkungan peradilan agama mengatur pembagian waris sesuai syariat. Anak laki-laki : Anak perempuan = 2 : 1, Suami/Istri: Suami 1/4 jika ada anak, 1/2 jika tidak ada anak; Istri 1/8 jika ada anak, 1/4 jika tidak ada anak, Orang tua: masing-masing 1/6 jika ada anak, Wasiat maksimal 1/3 harta untuk pihak luar ahli waris, tidak merugikan ahli waris sah.

Dampak Sengketa Harta Waris. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sengketa harta waris yang tidak terselesaikan dapat memicu konflik antar keluarga selama bertahun-tahun, bahkan membuat anak-anak yatim kehilangan hak mereka. Hal ini menegaskan bahwa penerapan prinsip syariat dalam pembagian harta waris sangat krusial.

Pembagian harta waris yang adil, transparan, dan sesuai syariat tidak hanya melindungi hak anak yatim, tetapi juga menjaga keharmonisan keluarga dan menghormati orang tua yang telah meninggal. Pendekatan yang tepat dapat mencegah konflik berkepanjangan dan memastikan keadilan bagi seluruh anggota keluarga. (Tim Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *